LaporanMikroteknikHewan
Hari/Tanggal : Rabu/12 September 2012 Asisten
: - AgusHeryanto/ G34080117
Kelompok : 8 -
DesiSetianingsih/ G34080086
Nama/NIM : -
NindyaSaputri/G34100075 -
YennyChusna K/ G34080041
- NindyaPangestika/G34100
- SefriatinNurmaulani/G34100059
- Rastyawati/G34100070
- FiaAfianiZakky/G34100080
METODE
PARAFIN
Pendahuluan
Metode paraffin merupakan cara pembuatan preparat permanen dengan menggunakan paraffin sebagai media embedding
dengan tebal irisan kurang lebih mencapai 6 µm-8 µm. Metode in imemiliki irisan yang lebih tipis
dibandingkan dengan menggunakan metode beku atau metode seloidin yang tebal irisannya kurang lebih mencapai 10 µm. Prosesnya juga jauh lebih cepat dibandingkan metode seloidin. Selain itu metode parafin juga memiliki kejelekan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah, jaringan-jaringan yang besar menjadi tidak dapat dikerjakan, dan sebagian besar
enzim-enzim akan larut karena menggunakan metode ini(Gunarso
1986).
Metode
paraffin memiliki langkah-langkah penting dalam metode ini antara lain fiksasi,
pencucian, dehidrasi, penjernihan, embedding, penyayatan (section), penempelan, pewarnaan, danpenutupan(Dasumiati 2008). Larutan
fiksasi yang digunakan untuk proses fiksasi adalah larutan Bouine. Larutan fiksasi
ini merupakan larutan yang mampu bereaksi dan menandai suatu sel dengan
spesimen diiris setipis mungkin. Hal ini sangat mendukung
laju fiksasi dalam sel(Dasumiati 2008).
Embedding merupakan proses pelilinan
suatu organ dengan menggunakan kotak kertas. Proses ini memudahkan dalam
membuat irisan yang sangat tipis dengan menggunakan mikrotom. Beberapa keuntungan
menggunakan kotak kertas. Dalam
embedding yaitu bisa membuat arah sayatan dan menandai suatu jaringan. Jaringan
atau sampel akan ditanam di ketas kotak, dengan terlebih dahulu parafin membeku
pada bagian dasar dalam kotak dan setelah penempelan jaringan dilanjutkan
dengan penutupan dengan parafin sampai membeku.
Proses penyayatan (sectioning) diawali dengan pengirisan blok parafin dengan scalpel, sehingga permukaan blok parafin yang akan diiris dengan mikrotom berbentuk trapesium. Letak mata pisau pada mikrotom menentukan hasil yang diperoleh. Hasil sayatan diambil dengan menggunakan kuas secara hati-hati. Pita hasil sayatan ditempel pada kaca objek dengan menggunakan meyer albumin. Kaca obyek tersebut diletakkan di atas meja penangas ( haeting plate). Meyer albumin memiliki kandungan putih telur dan gliserin dan merupakan pelakat alami yang sangat baik). Sedang proses pewarnaan dilakukan setelah preparat dideparafinasi dengan merendam preparat pada xylol. Salah satu pewarna metode parafin pada jaringan hewan adalah hematoxylin dan Eosin. Zat warna hematoxilin ini bersifat mewarnai inti sedang eosin mewarnai sitoplasmanya(ArisworoD2000).
Proses penyayatan (sectioning) diawali dengan pengirisan blok parafin dengan scalpel, sehingga permukaan blok parafin yang akan diiris dengan mikrotom berbentuk trapesium. Letak mata pisau pada mikrotom menentukan hasil yang diperoleh. Hasil sayatan diambil dengan menggunakan kuas secara hati-hati. Pita hasil sayatan ditempel pada kaca objek dengan menggunakan meyer albumin. Kaca obyek tersebut diletakkan di atas meja penangas ( haeting plate). Meyer albumin memiliki kandungan putih telur dan gliserin dan merupakan pelakat alami yang sangat baik). Sedang proses pewarnaan dilakukan setelah preparat dideparafinasi dengan merendam preparat pada xylol. Salah satu pewarna metode parafin pada jaringan hewan adalah hematoxylin dan Eosin. Zat warna hematoxilin ini bersifat mewarnai inti sedang eosin mewarnai sitoplasmanya(ArisworoD2000).
Tujuan
Tujuan dari percobaan ini untuk mengetahui cara membuat sediaan sayatan organ hewan dengan menggunakan metode parafin.
Metode
Blocking :
|
||||
|
|
|
|
|
Pemotongan :
|
|
|
Pewarnaan :
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Hasil Pengamatan
Gambar adrenalin mencit
Perbesaran 4 x
10
Gambarlimpamencit
Perbesaran : 4x10
Pembahasan
Langkah pertama yang dilakukan dalam metode paraffin adalah dengan merendam organ yang
akan diblocking dengan larutanNaCl fisiologis yang
berfungsi untuk mempertahankan sel dari organ tersebut agar tidak berubah bentuk sebab NaCl fisiologis merupakan larutan yang
konsentrasinya sesuai dengan keadaan tubuh organ yang
akandibuat blocking.
Organ kemudian difiksasi dalam larutan FAAAC selama 24
jam untuk organ berukuran 1x1cm, fiksasi berguna untuk mengawetkan organ,
mengeraskan jaringan
yang lembek, dan juga mencegah kerusakan jaringan. Lalu organ
dicuci dengan aquades beberapa kali sampai tidak berbau lagi. Setelah itu dilakukan dehidrasi dengan alcohol bertingkat mulai dari 30%, 50%, 70%,
80%, 95% dan alkohol absolut yang
masing-masing didehidrasi selama 1 jam. Fungsi dehidrasi adalah menghilangkan air dalam jaringan, untuk itu bahan yang digunakan untuk dehidrasi harus mampu menggantikan fungsi air. Setelah itu organ dimasukkan ke dalam Xylol I selama 30 menit hingga organ berubah warna menjadi putih. Saat menggunakan Xylol harus berhati-hati sebab Xylol bersifat korosif. Organ kemudian direndam dalam Xylol II yang merupakan campuran dari paraffin selama 5 menit. Xylol II berfungsi sebagai penjernih. Setelah itu, organ dimasukkan ke dalam parafin I, parafin II
dan parafin
III yang masing-masing selama
45 menit. Selama
proses penjernihan dari Xylol II hingga pembuatan block parafin
III semua dilakukan di dalam oven dengan suhu 58-600C, tujuannya agar paraffin tetap cair sebab paraffin memiliki titik didih yang lebih rendah di bandingkan dengan lilin umumnya sehingga lebih cepat membeku pada suhu kamar. Parafin yang
telah cair lalu dituangkan ke dalam kertas block
yang telah diberi tanda panah terlebih dahulu untuk membedakan antara kepala (anterior) dan badan (posterior). Parafin dituang sedikit dulu dan tunggu agar dasarnya membeku tujuannya agar organ
tetap berada pada posisi tengah baru kemudian organ yang
akan dibuat block ditaruh di dalam paraffin dengan menggunakan sudip yang ujungnya agak cekung ke dalam, paraffin cair dituang kembali hingga penuh. Setelah penuh ratakan pinggir block dengan sudip yang ujungnya
rata yang telah dipanaskan terlebih dahulu lalu masukkan untuk memastikan tidak ada gelembung lagi di dalamnya namun hanya dipinggirnya saja. Usahakan pada saat pembuatan block, gelas yang digunakan terbuat dari stainless
steel agar mudah di panaskan serta memiliki bibir gelas yang agak panjang agar lebih mudah pada saat penuangan parafin cair ke dalam kertas block.
Setelah block
yang dibuat mengeras langkah selanjutnya adalah pemotongan. Parafin
yang sudah mengeras
dipotong dengan cutter dan dibentuk trapezium dengan posisi anterior
potongannya lebih kecil disbanding posisi posterior. Potongan spesimen yang sudah berbentuk trapezium diletakkan tepat ditengah holder yaitu bagian dari mikrotom untuk menyimpan paraffin dengan posisi anterior di atas dan posterior di bawah. Holder
sebelumnya telah dilapisi dengan paraffin sisa dari pemotongan lalu letakkan specimen dan rekatkan kembali dengan paraffin sisa dari pemotongan dengan cara dipanaskan di atas api lalu diratakan dan didiamkan hingga membeku. Spesimen yang telah ditaruh di atas holder dimasukkan ke dalam lemari es selama 5 menit. Setelah itu spesimen dipotong dengan menggunakan alat yang bernama mikrotom. Mula-mula masukkan holder pada tempatnya lalu pasang pisau mikrotom kemudian kunci. Atur posisi specimen dengan tepat lalu kunci dan putar hingga specimen terpotong, hasil potongan sebaiknya ditahan dengan menggunakan kuas namun jangan sampai terkena pisau sebab akan membuat pisau menjadi tumpul setelah itu ambil potongan spesimen dan letakkan pada kaca objek yang telah diberi label, diolesi dengan albumin yang
berfungsi sebagai perekat, dan diolesi dengan aquades yang berguna untuk mempercepat proses penguapan.
Setelah itu letakkan pada hotplate selama 24 jam.
Langkah selanjutnya adalah pewarnaan. Spesimen dari hotplate diambil dan dideparafinasi dengan larutan Xylol I dan Xylol II masing-masing selama 15 menit tujuannya yaitu untuk menghilangkan parafin
yang ada pada
spesimen. Kemudian di rehidrasi dengan alcohol bertingkat mulai dari 100%, 95%, 80% dan
70% yang masing-masing dilakukan 5 kali pencelupan, namun sebelumnya kaca preparat di seka dengan tissue agar konsentrasi alcohol tidak berubah. Setelah itu dicelupkan pada pewarna hematoksilin yang
berguna untuk mewarnai inti sel, setelah itu celupkan pada air kran menggunakan wadah agar specimen tidak hilang. Lakukan pewarnaan dengan pewarna eosin yang
berguna untuk mewarnai sitoplasma selama 10 menit,
cuci kembali dengan air kran dan keringkan dengan tissue. Lakukan kembali dehidrasi dengan alcohol bertingkat mulai dari 30%, 50%, 70%,
80%, 95% dan 100%, seka dengan tissue lalu masukkan ke dalam larutan Xylol II dan Xylol I masing-masing selama 5 menit, larutan Xylol berguna untuk menjernihkan. Setelah itu beri entelan di
tengah-tengah spesimen
sebanyak 1-2 tetes yang berguna untuk merekatkan lalu tutup dengan kaca objek dan amati di bawah mikroskop.
Struktur jaringan yang diamati pada praktikum ini, yaitu adrenalin
mencit dan limpa mencit. Limpa merupakan kelenjar tanpa saluran yang berhubungan
erat dengan sistem sirkulasi (Anonimus, 2005). Limpa mempunyai dua fungsi yaitu
membentuk respon imun melawan antigen yang berada di dalam darah dan membuang
bahan partikel dan sel darah yang sudah tua atau rusak, terutama eritrosit dari
sirkulasi (Burkitt dkk., 1993).
Ukuran dan berat limpa normal tergantung
pada kandungan darah di dalamnya. Limpa salah satu organ limfoid terbesar,
menerima suplai darah dalam jumlah banyak melalui arteri dan mengalami drainase
melalui vena lienalis, yang berlanjut ke dalam sistem portal hati (Burkitt dkk.,
1993). Struktur limpa mencitdibungkus oleh kapsula yang terdiri atas jaringan ikat
padat yang terkadang membentuk trabekula untuk membagi parenkim atau pulpa
limpa menjadi ruang-ruang bersekat, pada permukaan medial limpa terdapat hillus
(Junqueira dan Carneiro, 1982).
Sistem
sirkulasi darah pada limpa memiliki implikasi fungsional penting, terutama
dengan memperlihatkan rangsangan antigen dan ekstraksi hemoglobin serta zat
besi (Hartono, 1989). Limpa menghasilkan limfosit B dan T, serta makrofag yang
sangat penting dalam pertahanan tubuh. Limfosit T yang ditemukan dalam pulpa
putih berpoliferasi dan masuk ke aliran darah. Limfosit T berperan dalam
mekanisme kekebalan yang diperantarai sel (Binns, 1982).
Simpulan
Pembuatan
sediaan sayatan organ hewan dengan metode parafin melalui beberapa tahapan,
diantaranya adalah fiksasi, pencucian, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi,
embedding, pengirisan, penempelan, pewarnaan dan penutupan. Dalam pembuatannya
menggunakan parafin sebagai media embedding dikarenakan hasil pemotongan yang
lebih tipis dibanding media dan metode lain.
DaftarPustaka
Anonimus.(2005).
Sistem Limfatik (Lymphatic System). Diktat Ajar
Histologi dan Embriologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala. Darussalam, Banda Aceh.
Arisworo D dan Yusa. 2000. General Zoologi. Jakarta: PT. Grafindo Media Pratama.Binns, R. M. (1982). Organization of
the Lymphoreticular System and Lymphocyte Markers in the Pig. Vet
ImmunelImmunopathol, 3 – 95.
Gunarso W. 1986. Pengaruh Dua Jenis Cairan
Fiksatif yang Berbeda pada Pembuatan Preparat dari Jaringan Hewan Dalam
Metoda Mikroteknik Parafin. Bogor: IPB Press
Burkitt, H.G., B. Young danJ.W.Heath. (1993).
HistologiFungsional.Edisi 3.Diterjemahkanoleh Jan
Tambajong.PenerbitBukuKedokteran, Jakarta.
Byuti B. (2004).
BilaNyamukMenjadiTerdakwa. Info Vet.Edisi.1, 2, 3, Jakarta.
Dasumiati. 2008. Diktat Kuliah
Mikroteknik. Prodi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah. Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar